Gaharu
Rabu, 30 Juni 2010
Perlu memberdayakan Lahan Nagari dengan tanaman penghasil gaharu (Aquilaria malacensis Lamk) dan tanaman perkebunan guna meningkatkan pendapatan
Selanjutnya saat ini di Pulau Jawa telah banyak di tanam bibit tanaman penghasil gaharu secara besar-besaran yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk bibit jenis Aquilaria malacensis Lamk yang bernilai ekonomi tinggi yang berasal dari Sumatera Barat. Sementara di seluruh daerah Sumatera Barat yang selama ini dijumpai tanaman penghasil gaharu jenis Aquilaria malacensis Lamk, saat ini hanya dijumpai di Kabupaten/Kota : Sawahlunto Sijunjung, Pesisir Selatan, Solok Selatan (sedikit), Pasaman Barat, Pasaman (sedikit), Padang (sedikit), Mentawai (sedikit), Lima Puluh Kota (sedikit), Tanah Datar (sedikit), Agam (sedikit), Padang Panjang (sedikit) dan Padang Pariaman (sedikit) dan apabila Pemab dan Pemko yang ada Sumbar tidak membudidayakan tanaman gaharu segera dalam waktu 2 – 3 tahun , tanaman gaharu jenis Aquilaria malacesis Lam akan punah, dan tanaman ini akan berkembang dan berproduksi didaerah lain seperti di Pulau Jawa. Seperti kasus tanaman gaharu di India sebelum tahun 1920, dimana India merupakan Negara asal usul tanaman gaharu, tetapi karena karena nilai ekonominya tinggi maka tanaman ini diburu secara besar-besaran oleh masyarakat tanpa ada usaha membudidayakan, dan pada zaman tersebut pedagang India membawa benih/ bibit gaharu kenegara tujuan berdagang, termasuk Indonesia, sehingga tanaman gaharu tumbuh dan berkembang di Negara lain,dan saat ini Indonesia meruapakan negara penghasil gaharu nomor satu didunia dan pengekspor terbesar didunia tetapi quota yang terpenuhi hanya 10%.
Saat ini untuk memenuhi quota ekspor gubal gaharu, masyarakat pencari gaharu di hutan sudah melalang buana dari Sabang sampai Mauroke, tetapi saat ini mengalami kesulitan mendapatkan gubal gaharu, mengingat pohon gaharu selama ini yang berumur 5 – 8 tahun yang dijumpai berisi atau tidak ditebang orang dan tidak ada usaha membudidayakannya.
Untuk meningkatkan hasil gaharu telah dijumpai perlakuan yang sesuai dengan jenis tanaman gaharu, tetapi hasil gubalnya belum ada yang maksimal, sehingga Satria, dkk 2006 – sekarang sedang melakukan penelitian lebih lanjut.
Saat di Sungai Lansek Sawahlunto/Sijunjung disalah satu rumah masyarakat terdapat lebih kurang 20 alat penyuling sederhana minyak gaharu yang hampir satu tahun tidak termanfaatkan lagi, karena tingginya harga bahan bakar minyak tanah, disamping itu digudang masyarakat tersebut terdapat banyak sekali bahan baku gaharu yang belum diolah menjadi minyak. Kami menghimbau kepada pihak terkait yang ada di Sumatera Barat bersama pemilik alat untuk dapat memfungsikan kembali alat tersebut guna mengolah bahan baku gaharu melalui alat penyulingan sehingga nilai ekonomi gaharu baik yang ada pada pemilik dan masyarakat nantinya akan lebih meningkat lagi.
Selanjutnya juga dihimbau kepada Pemkab/Pemko melalui dinas terkait bekerjasama dengan Perguruan Tinggi/Lembaga Litbang terkait untuk dapat mensosialisasikan kepada masyarakat melalui seminar dan pelatihan anak nagari/masyarakat mulai dari prospek pengembangan tanaman, membudidayakan tanaman gaharu,demplot, panen, pasca panen sampai pemasaran, sehingga masyarakat dapat mengetahui lebih jelas tentang bertanam tanaman gaharu yang benar, dan bagaimana kualitas gubal gaharu yang dipanen, sehingga nilai ekonomi masyarakat dari panen gaharu akan meningkat.
Saat ini banyak sekali masyarakat tidak mengetahui bagaimana bentuk tanaman gaharu jenis yang bernilai ekonomi tinggi, bagaimana mem-budididayakannya, apa manfaatnya, bagaimana pasarnya, sehingga banyak bibit gaharu yang tumbuh dibawah pohon di rambah, dan ada masyarakat yang tidak mengetahui kualitas gaharu yang dipanennya sehingga nilai gaharunya terjual murah. Demikian pula dengan pohon gaharu yang tak mungkin berisi lagi dan telah berumur di atas 15 tahun, karena tidak ada pengetahuan yang jelas maka masyarakat langsung menebangnya, tetapi apabila dilakukan pelatihan tentunya pohon yang yang telah berbuah,berumur dan tidak mungkin berisi lagi sebagian dapat dijadikan pohon induk dan sebagian lagi dapat diperlakukan dengan pelakuaan fisik dan biologis sehingga dapat bernilai ekonomis. Untuk memberdayakan anak nagari yang ada di Sumatera Barat dan melestarikan tanaman penghasil gaharu perlu dilakukan demplot budidaya tanaman penghasil gaharu dengan pola campuran dengan tanaman lain seperti coklat, kelapa, dll dilahan Nagari. Benny Satria (peneliti gaharu/Dosen Faperta Unand)
TANAMAN GAHARU YANG TERLUPAKAN
Untuk tumbuh dengan baik, tanaman gaharu tidak memiliki lokasi khusus, umumnya gaharu masih dapat tumbuh baik pada kondisi tanah dengan struktur dan tekstur yang subur, sedang maupun ekstrem. Tanaman gaharu juga dapat dijumpai pada kawasan hutan rawa, gmbut,hutan,dataran rendah, sedang, atau hutan pegunungan dengan tesktur tanah berpasir. Bahkan ditemukan juga jenis gaharu yang tumbuh di cela-cela batuan. Tanaman Gaharu juga dijumpai di kawasan hutan Gunung Biafu Nusatenggara Timur pada tanah mengandung batu kapur keras, sedikit kandungan air, dan disekelilingnya banyak ditumbuhi rotan berduri. Hal ini sangat berbeda pada pohon gaharu yang tumbuh dihutan belantara Kalimantan dan Sumatera dimana umumnya tumbuh di daerah tanah berpasir atau di daerah tanah hutan gambut.
Idealnya,lahan yang sesuai untuk pengembangan budidaya tanaman gaharu perlu memrperhatikan parameter ekologis tempat tumbuh (suhu, kelembaban, dan iklim), struktur dan tekstur tanah dari daerah asal jenis gaharu yang akan dikembangkan.
Dari beberapa hasil uji coba serta informasi dan pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa tanaman gaharu tidak memerlukan persyaratan khusus untuk membatasi suatu upaya pengemabngannya. Oleh karena itu, secara teknis pengembangan tanaman gaharu dapat dilakukan pada berbagai lahan dengan variasi kondisi lingkungan dan iklim. Namun pertumbuhan optimal akan diperoleh pada lahan dengan struktur tanah lempung dan liat berpasir serta solum yang dalam.
Untuk itu sebaiknya lahan pengembangan budidaya gaharu dilaksanakan sesuai daerah sebaran jenis pada berbagai wilayah tempat tumbuh tanaman penghasil gaharu tersebut sehingga tidak diperlukan upaya pengujian kesesuaian lahan. Tanaman gaharu masih mampu tumbuh dengan baik di daerah selain daerah sebarannya sehingga upaya pengembangan budidaya tanaman ini dapat dilakukan di daerah lain diluar daerah asal, seperti hasil uji coba di Labuan (Prop. Banten), pada lahan rakyat, jenis Aquilaria malacensis Lamk menghasilkan pertumbuhan riap rata-rata per tahun sekitar 1,64 cm. Dengan demikian diduga dalam kurun waktu 8 tahun sebagai awal pemberian perlakuan inokulasi dihasilkan pertumbuhan diameter batang sekitar 12 cm, dan dengan pengeboran batang hingga sedalam 5 cm maka secara fisik tidak akan mengganggu proses fisiologis pertumbuhan batang.
Selanjuntya hasil uji coba di Lima Puluh Kota dan Pasaman, bibit tanaman gaharu jenis Aquilaria malacensis Lamk hasil pembibitan sendiri yang ditanam pada tahun 2003 ternyata saat ini tanaman tersebut telah mencapai tinggi 10 m dengan ukuran pohon sebesar paha dan telah siap untuk diinokulasi patogen dan stressing agen (Satria,2007). Tanaman gaharu juga dapat dijadikan tanaman hutan kota, terutama disudut-sudut jalan besar, hal ini didukung dengan dijumpainya 2 batang pohon gaharu yang telah berumur 12 tahun di didepan Kantor Pos Padang dekat Rumah Makan Simpang Raya dan saat ini telah menunjukkan tanda-tanda mulai berisi gubal gaharu, disamping itu juga dijumpai pohon gaharu di KM 5 dan 8 Kota Padang
Saat ini tanaman penghasil gaharu jenis Aquilaria malacensis Lamk yang bernilai tinggi di hutan Sumatera Barat hampir punah, dan kalau pun ada hanya pohon gaharu yang telah berumur diatas 10 tahun serta pohon gaharu yang masih kecil dalam jumlah terbatas. Apabila pohon yang telah berumur diatas 10 tahun ini dapat dimanfaatkan maksimal, dimana sebagian dijadikan pohon induk dan sebagian lagi diinokulasi dengan patogen jamur dan stressing agens maka tentunya nantinya dapat menambah pendapatan masyarakat dan devisa negara. (Dr. Benni Satria dimuat di Padang ekspress 21 Maret 2007)
Teh Gaharu, Obat Berbagai Penyakit
Teh Gaharu! Saat ini setiap dari bagian dari pohon gaharu yang berasal dari spesies gaharu tertentu dapat dibuat teh, dimana teh ini terbuat dari daun dan serbuk gaharu pilihan ternyata tidak hanya enak diminum, cocok dinikmati pada suasana dingin, seperti malam hari atau saat musim hujan tiba. Kesaksian (Testimoni) orang yang pernah minum teh gaharu yang diberikan oleh Benni Satria dkk (2007-sekarang), Alhamdulillah bermanfaat untuk:
1). Obat mengurangi rasa sakit kepala seperti: pusing, hipertensi, fertigo, migran,
2). Meningkatkan stamina bagi pria dan wanita
3). Meningkatkan stamina dan kesehatan, tidak mudah masuk angin
4). Obat penyakit dalam (sakit perut, ginjal dan batu ginjal, tumor, kanker, diabetes, stroke, anti asma,paru-paru, sirosis/liver, jantung, penyumbatan saluran kencing
5). Penghilang rasa sakit, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan, menghilangkan kecanduan terhadap narkoba seperti shabu-shabu, dan ganja, meningkatkan nafsu makan, anti stress, diare, menunda penuan,menunda monoupose, menunda kepikunan, mengharum tubuh, perawatan wajah dan penghalus kulit.
Kandungan dalam daun dan serbuk gaharu berupa senyawa metabolis sekunder yang yang mengandung berbagai senyawa kimia yang berguna sebagai bahan baku obat dan bahan farfum. Senyawa kimia yang terkadung di dalamnya antara lain: β-Agarofuran,β-Vetispirene, epi-γ-Eudesmol, Agarospirol, Jinkoh-eremol,Valerianol (Benni Satria, 2009).
Dr. Benny Satria (dosen Faperta Unand/peneliti Gaharu) mengatakan bahwa sejak tahun 2002 sampai saat telah dilakukan penyuntikan/penstresan pohon gaharu guna menghasilkan gubal gaharu bermutu di Sumatera Barat, dan Alhamdulillah pada awal bulan Maret 2010 telah dipanen lebih kurang 50 batang gaharu yang telah berisi gubal dengan berbagai kualiatas dan dalam waktu dekat akan dipanen lebih kurang 100 pohon lagi.
Mengingat banyaknya khasiat dari pohon gaharu, mulai dari daun dan serbuk gaharu, oleh sebab itu Dr. Benni Satria, pemerhati/peneliti gaharu 2002 – sekarang yang telah berkecimpunag mulai dari pembibitan, penanaman, penyuntikan pohon gaharu, pembuatan obat penyuntikan, peneliti khasiat bagian pohon gaharu dan teh gaharu menghimbau kepada masyarakat untuk dapat mengembangkan tanaman gaharu yang hampir punah ini sebagai tanaman obat di parak/ladang dengan jarak tanam hanya 2m x 3 m, 3m x 3m ataupun sesuai kondisi populasi yang ada di parak/lading. Dalam waktu satu tahun setelah tanam daun dari pohon gaharu telah dapat dipetik sebagai bahan teh/obat (1/3 dari daun yang ada). Dimuat pada halaman 15 di Koran Padang Ekspress, Selasa 29 Juni 2010.
Senin, 28 Juni 2010
Gaharu untuk Lahan Bekas Tambang Nikel

Siaran pers yang diterima Kompas Minggu (18/1), menyebutkan, saran Pangdam tersebut diungkapkan saat berkunjung ke lokasi tambang PT Inco akhir pekan lalu . Saat itu, Pangdam didampingi Direktur External Relations PT Inco Edi Permadi dan General Manager Mining Departement Harry Asmar.
Setelah meninjau operasi tambang, Djoko Susilo Utomo juga meninjau lahan rehabilitasi tambang di Puncak Himalaya, suatu lokasi pasca tambang yang sudah direhabilitasi, dekat Sorowako. Di siniberbagai tanaman lokal disemai dan ditanam seperti kayu Eboni, Manggis Hutan, Betao, dan Dengen. Tapi selain itu, ada juga tanaman produktif lainnya seperti durian, nangka, rambutan, dan mangga, papar Harry Asmar.
Aris Ambodo dari Mining Rehabilitation PT Inco mengungkapkan saat ini di lahan bekas tambangsudah ditanam sekitar 3. 000 pohon gaharu. Usianya antara 6 bulan dan 1 tahun. Biasanya gaharu itu akan dipanen sekitar usia 6 tahun. Penanaman gaharu ini lebih kepada untuk restorasi lahan, kalau untuk komersial diperlukan penanganan khusus agar memiliki kualitas bagus dan layak dipasarkan, ungkap Aris Ambodo. Area konsesi kontrak karya PT Inco di Sulawesi Selatan sekitar 30.000 hektar.
Sebuah catatan menunjukkan pada awal 2001, di Pujangan, Kalimantan Timur, harga gaharu mencapai Rp 600.000 per kg.
Sumber: Kompas
Gaharu
Blog ini khusus untuk promosi dan pengetahuan seputar komoditi Gaharu. Untuk kelanjutannya akan di pandu oleh seseorang yang sudah sangat berpengalaman yaitu Dr. Benni Satria. Beliau adalah Pemerhati/Peneliti Tanaman Gaharu dan Dosen di Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. Untuk singkatnya mari kita ikuti tulisan seputar GAHARU