Tanaman penghasil gaharu (Aquilaria malacensis Lamk) merupakan tanaman hutan bukan kayu yang bernilai ekonomi tinggi. Saat ini pohon tanaman penghasil gaharu jenis Aquilaria malacensis Lamk di hutan kondisinya sangat mengkwatirkan populasinya jika tidak segera di budidayakan, dimana pohon yang berumur di atas 15 tahun masih dijumpai terutama di hutan Sawahlunto/Sijunjung, Pesisir Selatan, Pasaman Barat, tetapi kecil kemungkinan dia akan berisi, namun pohon yang dijumpai diseleksi dan yang lolos seleksi sebaiknya dijadikan pohon induk dan sebagian lagi sebaiknya di perlakukan dengan pathogen jamur endemik Sumatera Barat dan stressing agens sehingga pohon gaharu ada kemungkinan mengandung gubal setelah 1 – 2 tahun perlakuan.
Selanjutnya saat ini di Pulau Jawa telah banyak di tanam bibit tanaman penghasil gaharu secara besar-besaran yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk bibit jenis Aquilaria malacensis Lamk yang bernilai ekonomi tinggi yang berasal dari Sumatera Barat. Sementara di seluruh daerah Sumatera Barat yang selama ini dijumpai tanaman penghasil gaharu jenis Aquilaria malacensis Lamk, saat ini hanya dijumpai di Kabupaten/Kota : Sawahlunto Sijunjung, Pesisir Selatan, Solok Selatan (sedikit), Pasaman Barat, Pasaman (sedikit), Padang (sedikit), Mentawai (sedikit), Lima Puluh Kota (sedikit), Tanah Datar (sedikit), Agam (sedikit), Padang Panjang (sedikit) dan Padang Pariaman (sedikit) dan apabila Pemab dan Pemko yang ada Sumbar tidak membudidayakan tanaman gaharu segera dalam waktu 2 – 3 tahun , tanaman gaharu jenis Aquilaria malacesis Lam akan punah, dan tanaman ini akan berkembang dan berproduksi didaerah lain seperti di Pulau Jawa. Seperti kasus tanaman gaharu di India sebelum tahun 1920, dimana India merupakan Negara asal usul tanaman gaharu, tetapi karena karena nilai ekonominya tinggi maka tanaman ini diburu secara besar-besaran oleh masyarakat tanpa ada usaha membudidayakan, dan pada zaman tersebut pedagang India membawa benih/ bibit gaharu kenegara tujuan berdagang, termasuk Indonesia, sehingga tanaman gaharu tumbuh dan berkembang di Negara lain,dan saat ini Indonesia meruapakan negara penghasil gaharu nomor satu didunia dan pengekspor terbesar didunia tetapi quota yang terpenuhi hanya 10%.
Saat ini untuk memenuhi quota ekspor gubal gaharu, masyarakat pencari gaharu di hutan sudah melalang buana dari Sabang sampai Mauroke, tetapi saat ini mengalami kesulitan mendapatkan gubal gaharu, mengingat pohon gaharu selama ini yang berumur 5 – 8 tahun yang dijumpai berisi atau tidak ditebang orang dan tidak ada usaha membudidayakannya.
Untuk meningkatkan hasil gaharu telah dijumpai perlakuan yang sesuai dengan jenis tanaman gaharu, tetapi hasil gubalnya belum ada yang maksimal, sehingga Satria, dkk 2006 – sekarang sedang melakukan penelitian lebih lanjut.
Saat di Sungai Lansek Sawahlunto/Sijunjung disalah satu rumah masyarakat terdapat lebih kurang 20 alat penyuling sederhana minyak gaharu yang hampir satu tahun tidak termanfaatkan lagi, karena tingginya harga bahan bakar minyak tanah, disamping itu digudang masyarakat tersebut terdapat banyak sekali bahan baku gaharu yang belum diolah menjadi minyak. Kami menghimbau kepada pihak terkait yang ada di Sumatera Barat bersama pemilik alat untuk dapat memfungsikan kembali alat tersebut guna mengolah bahan baku gaharu melalui alat penyulingan sehingga nilai ekonomi gaharu baik yang ada pada pemilik dan masyarakat nantinya akan lebih meningkat lagi.
Selanjutnya juga dihimbau kepada Pemkab/Pemko melalui dinas terkait bekerjasama dengan Perguruan Tinggi/Lembaga Litbang terkait untuk dapat mensosialisasikan kepada masyarakat melalui seminar dan pelatihan anak nagari/masyarakat mulai dari prospek pengembangan tanaman, membudidayakan tanaman gaharu,demplot, panen, pasca panen sampai pemasaran, sehingga masyarakat dapat mengetahui lebih jelas tentang bertanam tanaman gaharu yang benar, dan bagaimana kualitas gubal gaharu yang dipanen, sehingga nilai ekonomi masyarakat dari panen gaharu akan meningkat.
Saat ini banyak sekali masyarakat tidak mengetahui bagaimana bentuk tanaman gaharu jenis yang bernilai ekonomi tinggi, bagaimana mem-budididayakannya, apa manfaatnya, bagaimana pasarnya, sehingga banyak bibit gaharu yang tumbuh dibawah pohon di rambah, dan ada masyarakat yang tidak mengetahui kualitas gaharu yang dipanennya sehingga nilai gaharunya terjual murah. Demikian pula dengan pohon gaharu yang tak mungkin berisi lagi dan telah berumur di atas 15 tahun, karena tidak ada pengetahuan yang jelas maka masyarakat langsung menebangnya, tetapi apabila dilakukan pelatihan tentunya pohon yang yang telah berbuah,berumur dan tidak mungkin berisi lagi sebagian dapat dijadikan pohon induk dan sebagian lagi dapat diperlakukan dengan pelakuaan fisik dan biologis sehingga dapat bernilai ekonomis. Untuk memberdayakan anak nagari yang ada di Sumatera Barat dan melestarikan tanaman penghasil gaharu perlu dilakukan demplot budidaya tanaman penghasil gaharu dengan pola campuran dengan tanaman lain seperti coklat, kelapa, dll dilahan Nagari. Benny Satria (peneliti gaharu/Dosen Faperta Unand)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus